Perkembangan teknologi yang semakin pesat memberikan dampak yang sangat signifikan dalam berbagi aspek kehidupan manusia. Banyak manfaat yang diperoleh dari perkembangan teknologi ini. Sesuai dengan tujuan diciptakannya suatu teknologi, maka suatu teknologi pada dasarnya berguna untuk membantu mempermudah manusia dalam berbagai hal dalam kehidupannya. Namun tidak dapat dipungkiri jika perkembangan teknologi nyatanya juga nimbulkan dampak negatif dalam kehidupan. Hal ini bagai dua sisi mata uang yang berbeda dalam kepingan yang sama.
Salah satu dampak dari adanya perkembangan teknologi yaitu timbulnya gaya hidup serba instan. Budaya instan ini lahir dari permintaan manusia yang tidak ingin susah dengan sebuah proses. Manusia dibuat menjadi mahluk yang ingin serba praktis dan cepat dalam menyelesaikan sesuatu.
Theodore Adorno dan Max Horkheimer dalam bukunya, Dialektika Pencerahan (2014), menyatakan kajian budaya instan lahir dari sebuah spontanitas. Budaya tersebut terbentuk atas sikap konsumerisme masyarakat yang terbentuk berdasarkan desain oleh pasar. Budaya ini dipandangnya sebagai budaya yang mencoba melawan proses. Menurut Ardono, budaya ini jelas lahir dari kehendak kaptalisme yang dipoles oleh media massa sedemikian rupa hingga menjangkiti pola pikir dan perilaku masyarakat.
Sangat disayangkan jika akhirnya budaya instan membuat banyak orang melupakan esensi dari sebuah proses. Manusia dipaksa menerima kenyataan bahwa dunia ini baik-baik saja. Segala kenyamanan hidup dalam kemudahan ini adalah dianggap mutlak baik, tanpa ada yang salah. Tidak heran jika gaya hidup yang serba instan ini juga akhirnya diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk salah satunya dalam hal mengasuh anak.
Stacy Debroff, Chief Executive dari Influence Central, mengatakan kecenderungan orang tua memberikan anak ponsel lebih awal dari yang dari yang direkomendasikan para ahli adalah karena mereka merasa kerepotan dalam mengasuh anaknya. Apalagi jika orang tua tidak mendampingi dengan baik, maka akan menimbulkan efek negatif yang sangat besar.
Banyak orang tua zaman now yang tidak ingin repot saat menghadapi anak terlebih saat rewel. Apa lagi saat orang tua juga tengah sibuk dengan tuntutan pekerjaannya. Mau tidak mau mereka harus menggunakan cara-cara instan untuk mengatasi anaknya. Salah satu contohnya yaitu dengan menggunakan bantuan teknologi kekinian seperti gadget. Akhirnya anak mulai diperkenalkan dengan dunia digital.
Menurut Hardianto (2013) penggunaan gadget memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah dapat mengembangkan imajinasi dan melatih kecerdasan anak. Saat anak melihat gambar, tulisan dan angka maka akan menumbuhkan daya kreatifitas, kecerdasan anak dan mengembangkan kemampuan membaca, menghitung, serta rasa ingin tahu untuk menyelesaikan masalah. Namun penggunaan gadget secara terus menerus memberikan dampak yang buruk terhadap anak. Anak cenderung akan lebih sering menatap layar gadget dari pada untuk belajar atau pun berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini akan mengakibatkan anak kecanduan bermain game, internet atau bahkan konten-konten yang berisi pornografi.
Dampak negatif lainnya juga dikemukakan oleh Susan Greenfield dalam bukunya yang berjudul Mid Change, ia menyebutkan bahwa teknologi telah mengubah cara kerja otak anak-anak. Hal ini mengakibatkan anak-anak yang menggunakan sosial media dan gadget lebih rentan terkena depresi memiliki self esteem yang rendah, dan menjadi lebih narsistis (Beritagar, 16/8/2018).
Selanjutnya tingkat kematangan emosional anak rendah seperti yang dikatakan Susan Greenfield bahwa orang-orang nantinya akan menjadi seperti anak berusia tiga tahun. Selain itu juga berpengaruh dalam proses pengambilan resiko, kemampuan bersosialisasi yang rendah, dan identitas diri yang lemah, serta kemampuan memperhatikan yang rendah.
Sebuah kajian dari UCLA menemukan bahwa anak-anak yang tidak menggunakan gadget selama satu minggu ternyata memiliki kemampuan komunikasi non-verbal yang lebih baik dibandingkan kelompok anak yang setiap hari menggunakan gadget. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak-anak membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitarnya.
Efek lainnya dari penggunaan gadget yaitu terjadi gangguan kesehatan pada tubuh. Seperti yang dikutip dari Fox News 14 November 2019 bahwa seorang wanita mengalami kebutaan karena pembuluh darahnya pecah. Wanita tersebut diketahui bahwa setiap malam selalu bermain ponselnya. Hingga suatu pagi sekitar 5 menit setelah dia mengangkat sebuah telepon, mata kirinya tidak dapat melihat apa-apa.
Hal ini erat kaitannya dengan peran orang tua dalam mengontrol anaknya menggunakan teknologi digital seperti gadget. Orang tua dapat memberikan pola dan aturan tentang penerapan penggunaan gadget mulai dari mengurangi waktu bermain satu jam dalam sehari, hingga anak benar-benar lepas dari gadget. Selain itu, orang tua dapat mengalihkan perhatian anak terhadap gadget dengan cara memberikan kegiatan yang menyenangkan.
Mulai dari menyanyi, menari, dan melakukan kegiatan di luar ruangan atau pun dengan melakukan apa yang menjadi hobi anak. Orang tua juga bisa menerapkan wilayah-wilayah bebas teknologi digital seperti gadget seperti di meja makan, ruang keluarga dan lain sebagainya.
Seharusnya anak tidak perlu diperkenalkan dengan teknologi digital di usia dininya. Anak yang masih berusia di bawah 12 tahun lebih baik menggunakan waktu luangnya untuk lebih mengenal lingkungan sekitar dan mulai belajar berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Pola asuh terhadap anakyang baik dan tepat sangat penting untuk pembentukan sikap anak itu sendiri. Jadi lebih baik jika orang tua tahu dampak yang dapat ditimbulkan dari mengenalkan teknologi digital pada anak. Sehingga orang tua dapat mempertimbangkan untuk memperkenalkan atau tidak teknologi digital pada anaknya.