Kamu pernah merasakan mencintai seseorang diwaktu yang salah? Ada saatnya memang dalam hidup ketika kita merasakan kehilangan dan menangis untuk orang yang tidak bersama kita, merasa bingung karena menyadari ternyata ada orang lain yang membuat dia bahagia, dan kita ingin bersama dengannya tapi dia sudah menjadi milik orang lain. Kadang membuktikan cinta kepada seseorang adalah dengan membiarkannya pergi. Ada juga yang berusaha berdamai pada dirinya sendiri untuk mengucapkan selamat tinggal. Esensinya adalah tidak perlu bahagia untuk orang lain tapi bahagia itu ya untuk diri kita sendiri. Dan kitalah yang menciptakannya. Ayolah bangkit bagi yang masih terpuruk. Nikmati hari ini dengan penuh keyakinan.
Thursday, October 31, 2019
Bahagia #1
Thursday, October 24, 2019
PATAHNYA SEBELAH SAYAP
Apabila patahnya sebelah sayap, siapa kata tidak bisa terbang? Kalau ada kekuatan diri, kegigihan, dan semangat, pasti kita bisa menggapai awan. Mungkin terbangnya tak sempurna, tapi ia tetap nampak cantik di udara. Karena selain Allah tiada siapa pun nampak kekurangan kita.
#25Oktober2019
Senyuman mesra
Makan malam pertama aku dengan dia di atas bumbung itu. Pertama kali ku terpekuk melihat senyuman dia. Senyuman yang menggetarkan. Senyuman yang membuat aku tak bisa lupakan dia sampai saat ini.
#Agustus2015
#Gunungkidul
Monday, October 21, 2019
Keikhlasan #3
Kepadamu kekasih yang aku cintai. Kekagumanku dengan kasih sayang Siti Khadijah dengan Rasulullah membuat perasaan cintaku terhadapmu begitu utuh. Aku kagum denganmu bukan sebab rupa, tapi agama dan ketaatanmu kepadaNya. Serta keyakinanmu memintaku melalui doa.
Alhamdulillah, aku diberikan cinta sehebat ini. Tapi bukan cinta namanya jika tidak diuji. Kita diuji dengan berbagai perbedaan dan jarak. Walaupun kuat kita berikhtiar, dipinjamkan kesabaran, itu hanya untuk seketika saat kita belum begitu mengenali.
Kun faya kun. Jika Allah berkehendak, maka akan jadilah. Tapi Ia menyuruh kita untuk lebih bersabar dan menerima ujianNya dengan ikhlas serta rendah hati. Rupanya ujian dariNya tidak terhenti disitu. Kita diuji dengan ketamakan manusia. Ya Allah, sesungguhnya ujian kali ini sangat berat untuk aku tanggung. Tapi aku tetap ridho. Mungkin ini bagian dimana aku harus ikhlaskan setiap inci kesakitan yang harus aku rasakan karena dia. Aku tak mampu dekat denganmu sebab hatimu dibutakan oleh kebencian yang manusia itu buat kepadaku. Sesungguhnya semua ini menyakitkanku dan aku mengharapkan kamu disisi. Tapi aku tak bisa. Jahatnya hati manusia itu yang membuat hatimu pun menjadi hitam.
Seandainya dalam ketiadaanku, kamu benar-benar merasa yakin bahwa dia orang yang telah berjaya membuka hatimu untuk mencintainya, maka janganlah takut untuk mengambil keputusan untukku.
Andai ini adalah naskah terakhir dariku ridhokanlah dan doakanlah aku semoga Allah senantiasa memberikan kebahagian seperti yang kamu senantiasa rasakan. Dan andai cinta kita benar-benar terhenti, kembalilah pada bahagiamu yang sesungguhnya yang tak pernah mengizinkanmu menjadi debu.
Sunday, October 20, 2019
Keikhlasan #2
Disaat saya serahkan segala-galanya kepada Allah dan ridho dengan ketentuannNya, Ia pertemukan saya dengan kamu, lelaki yang saya yakini dapat menjaga dan memimpin saya hingga ke surganya.
Betul katamu, Ia Maha Mengetahui segalanya. Alhamdulillah, saya tidak akan pernah berhenti bersyukur padaNya karena mengirimkan lelaki sebaik kamu. Saya mencintai kamu kekasih dunia akhiratku. Insyaallah
Saturday, October 19, 2019
Keikhlasan #1
Insyaallah, keikhlasan hati yang sedang saya tanamkan untuk melupakan kamu akan menjadi jalan kebahagian abadi kita masing-masing. Tapi jikalau Tuhan memang hendak menjodohkan kita agar saling menjaga dan melengkapi, saya percaya keikhlasan yang saya sedang bangun inilah yang akan mengetuk pintu hatimu untuk kembali pada mimpi kita. Bagiku Tuhanlah yang lebih tahu segalanya.
Keikhlasan #1
Insyaallah, keikhlasan hati yang sedang saya tanamkan untuk melupakan kamu akan menjadi jalan kebahagian abadi kita masing-masing. Tapi jikalau Tuhan memang hendak menjodohkan kita agar saling menjaga dan melengkapi, saya percaya keikhlasan yang saya sedang bangun inilah yang akan mengetuk pintu hatimu untuk kembali pada mimpi kita. Bagiku Tuhanlah yang lebih tahu segalanya.
Friday, October 18, 2019
SATU SISI WANITA
Jikalah malam tiada berbintang, manalah indah malam sesunyi ini. Jikalah embun tiada menitik, manalah segar daun di pagi hari. Jikalah aku jauh darimu, kemana hendak kucari kebahagiaan sejati. Sedangkan Engkau yang menurunkan kebahagiaan ke dalam jiwaku ini. Ternyata begitulah kehidupan. Tak selamanya dipenuhi bunga-bunga kebahagiaan, tidak pula selamanya dalam kesulitan. Seperti matahari yang terbit dan tenggelam. Seperti siang yang bergantian dengan malam. Semuanya berputar dan bergantian.
Hanya saja, sebagai seorang wanita, terkadang hati ini rapuh. Adakalanya ia membutuhkan seseorang yang kuat, yang menjaga kedamaian jiwanya, yang menentramkan resah hatinya. Ada saat-saat dimana diri ini ingin menangis mencurahkan segala isi hati di pelukan sang kekasih. Ya, wanita memang dianugerahi air mata agar ringan beban deritanya. Ketika dada sesak menahan emosi, air mata itu menguraikannya. Ketika kesedihan menggetarkan hati, air mata ini menenangkannya. Begitu pula ketika berbahagia, air mata ini menetes tanpa kuasa menahannya.
Monday, October 14, 2019
KUDA MASIH TAK BERSAYAP DAN PELANGI PUN BELUM BISA DIDAKI
Aku memang tak terlalu pintar menyampaikan isi hati. Mungkin kata-kata yang kau temukan di sini tak begitu memiliki arti. Ini hanyalah kumpulan alasan mengapa aku masih saja mencintaimu sedalam itu, hingga saat ini, detik ini. Namun, aku berharap kau mau meluangkan waktu untuk membacanya. Semoga kau suka. Itu saja.
Meski kita sudah berjalan sekian lamanya, rasa yang mendatangiku di saat-saat awal perjumpaan kita masih ada. Seberapa lama jalinan kita sudah teranyam? Aku sudah lupa, tak menghitung berapa ratus hari hingga berapa milyar detik kita sudah berbagi rasa. Memang aku tidak termasuk dalam golongan gadis romantis. Aku tak menandai kalenderku dengan spidol merah maupun memenuhi buku harianku dengan namamu di hari pertama kita bersua. Di kala kita telah menjalin hubungan, aku juga tak menghitung jumlah hari, demi membuat perayaan jalinan tiap bulan. Bertemu denganmu dan menekuni parasmu merupakan berkah tak terkira.
Sayang, walau aku tak terlalu mengingat jumlah hari dalam hubungan kita, namun tentu aku tak bisa lupa pada detik pertama hatiku diketuk dan kamu mulai memanjat masuk. Kau benar-benar lihai membuat celah hatiku bersemi senang. Membuat tiap jengkalnya menyambutmu dan mengakui namamu sebagai pemiliknya. Hanya cinta dengan dibalut kesederhanaan yang kau bawa serta. namun mampu membuatku mabuk dengan begitu kepayang dan jatuh dengan begitu dalam.
Memang kita tak selalu bersisian. Kata-kata pedas juga pernah saling terlempar. Namun, kita bisa cukup dewasa untuk memaafkan. Jatuh cinta bukan berarti jaminan hari-hari yang kita lalui selalu bahagia bak dongeng buku cerita. Kuda masih tak bersayap dan pelangi belum juga bisa didaki. Begitu pula ego yang ada di kepala ini seringkali menunjukkan diri. Mengingatkan bahwa kita ini masih manusia biasa yang menapaki bumi.
Lempar kata yang dibalut dengan nada marah sering kita kecap. Untuk sementara bertekuk lutut pada keegoisan dan mempersilahkannya menggerus fondasi yang sudah kita susun rapi. Tak apa sayang, toh bukankah jatuh cinta tidak selalu bahagia? Bukankah ketika mereguk cinta, kita juga harus rela mencicip sakit serta kecewa yang membuat hati ini sering mati rasa?
Rasa jemu juga satu-dua kali ada, namun tetap saja kadar cintaku masih memiliki takaran yang sama. Tak hanya marah, rasa jenuh juga kadang singgah. Sekali lagi kita hanyalah sebiasa-biasanya manusia. Kau dan aku tentu kerap ditebas rasa jenuh berkali-kali. Namun, kita, terlebih aku, bagai manusia bebal yang sudah hilang akal. Rasa jemu tak pernah membuatku memalingkan muka darimu. Ketika jenuh menginjakkan kakinya untuk mampir sejenak, aku memang membutuhkan waktu untuk menyibukkan diri. Demi menjaga hati ini supaya tetap mengaminimu sebagai pemiliknya. Dan tiap kali rasa berlalu pergi, hatiku selalu saja kembali menggilaimu seperti semula. Sungguh sayang, rasa jenuh tak mampu mengelabuiku untuk mengurangi porsi rasa cinta yang kumiliki.
Aku selalu mencintaimu dengan porsi yang sama, dengan hati penuh. Bahkan tabiat burukmu yang pasti kau punya sebagai manusia tak membuatku hilang rasa. Kamu tetaplah pria yang kupuja. Sampai detik ini sudah berapa kali kau menunjukkan sosokmu yang sebenar-benarnya? Aku tak pernah dengan berhati berat meladeni segala tindak tandukmu. Aku menerima baikmu berikut dengan sifat buruk yang melekatimu. Tak apa kau sering terlambat menjemputku, bukankah aku juga sering merepotkanmu dengan ini itu? Aku pun tak pernah mempermasalahkan pribadimu yang dingin dan jarang melempar kata sayang.
Aku sungguh paham bahwa kau mencintaiku dengan caramu sendiri. Tanpa banyak kata kau sigap membantuku saat aku mulai kepayahan. Ya, tanpa banyak kata, kau menunjukkan cinta. Sungguh, tabiat burukmu justru membuatku makin memujamu, lagi dan lagi. Tanpa henti. Entah kamu akan menaruh percaya atau tidak, aku masih memandangmu dengan tatapan yang sama, kala aku pertama kali jatuh cinta.
Apakah kau sudah hampir mati bosan membaca tulisanku yang tak karuan ini? Tenang saja, kau sudah memasuki penghujungnya. Sayang, entah kau akan mempercayaiku atau bahkan mungkin menerka bahwa aku ini pembual ulung, namun yang pasti aku ingin kau tahu bahwa hingga hari ini aku masih memandangmu dengan tatapan yang sama. Ya, tatapan meremang kala aku menyadari bahwa kau sudah mengambil alih hatiku. Percayalah, dari detik hati kita terpaut hingga hari ini ada, aku masih saja mencintaimu dengan begitu rupa. Sedih, jenuh, marah tak pernah berhasil menggilas rasa yang kupunya.
Tuesday, October 8, 2019
BAGAI SENJA YANG DITELAN KEGELAPAN
Teruntuk kamu yang telah terlanjur aku cintai. Memang, yang aku tahu cinta itu indah bak taman bunga yang sedang bermekaran. Memang, yang aku tahu cinta itu menyenangkan, layaknya mendapatkan hal baru yang telah didambakan. Namun rasanya, semua itu berubah saat aku tahu aku menggengam hal yang seharusnya tak aku genggam, yaitu kamu.
Aku tak pernah menyalahkan rasa cinta yang kupunya, hanya saja terkadang aku tak bisa sadar. Seharusnya aku tak percaya terlalu awal bahwa cinta tak pernah mengkhianati pemiliknya.
Kamu, seperti senja. Indah, namun hilang di telan kegelapan. Ya, kamu hilang di telan oleh rasa sakit dan kecewa yang kupunya.
Aku tak pernah tahu, bahwa mencintaimu akan sesakit ini. Seperti layaknya di medan perang, aku adalah pasukan yang siap mati demi memperjuangkanmu. Sedangkan dirimu hanya menunggu untuk kuperjuangkan. Yang aku tahu, cinta memang harus sama–sama berjuang, namun dalam hal ini aku hanya berjuang sendiri, dan aku terlalu takut menerima kenyataan bahwa aku memiliki cinta sendiri, bukan berdua bersamamu.
Terkadang, aku hanya ingin perasaan ini berada pada tempatnya, pada rumahnya yang seharusnya, yaitu dirimu. Namun, sepertinya perasaan ini sudah ditolak saat dalam perjalanan ke rumah untuk membuktikan cintanya. Dan mengharapkanmu untuk mencintaiku rasanya sulit.
Seperti tali yang tiba-tiba dipotong lalu disatukan kembali, memang menyatu tapi seperti dipaksakan. Seperti itulah perasaanku, pupus tanpa harapan dan seperti dipaksakan. Padahal aku tahu, bahwa dirimu telah pergi terlebih dulu. Aku terlalu peduli padamu, padahal diriku sedang berada dalam posisi yang menyakitkan.
Aku tak pernah berharap banyak, sebab aku tahu semua harapanku hanya goresan kecil tak berarti dan mimpi-mimpi semu yang tak akan terwujud. Tapi setidaknya, biarkan aku melihatmu dan memelukmu meski hanya dalam diam. Biarkan aku menerima kenyataan bahwa ini hanyalah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Memang sulit, memang sakit, tapi setidaknya berada dalam pelukmu untuk terakhir kalinya mampu menyadarkanku bahwa kamu bukanlah hal yang harus kugenggam lebih lama.
Dari awal, memang, tak seharusnya aku berharap lebih pada rasa cinta yang aku punya untukmu. Memang, tak seharusnya aku percaya bahwa kamu akan menjadi milikku. Memang, tak seharusnya aku menolak kenyataan bahwa aku berada dalam posisi cinta bertepuk sebelah tangan. Dan memang, tak seharusnya aku menggenggam hal yang tak seharusnya aku genggam dari awal, yaitu dirimu.